Sabtu, 06 Oktober 2012

Contoh Flash True Story



Tersesat Dalam Candu Agama
By : Santri Mbeling
            Tak kusangka, aku tak menduga sebelumnya,,,Subhanaallah celetukku dalam hati sedari tadi, hanya kalimat itu yang muncul dari mulutku ini, hanya terdengar lirih, lebih pastinya hanya dibatin, karena aku tak mau ia mendengarnya, sungkan jikalau ia malu karena aku terlalu memujinya, aku rasa itu hal yang biasa sebenarnya, aku memujinya karena kekuasaan Allah yang dapat turun untuk hambanya yang berikhtiyar, seperti kata ustadku di kampung, ilmu itu tak akan turun kepada manusia jikalau Allah tak menghendakinya. Tak ada Kun maka mustahil Fayakunnya Allah hadir ditengah kita.
Ia temankku satu kampus, satu jurusan dan juga satu kelas, entah dulu bagimana ceritanya, tak sengaja kami bisa satu kelas, mungkin memang Tuhan sudah berkehendak, lewat pihak jurusan yang menentukan. Kami berada pada kelas A, Jurusan Bahasa dan Sastra Arab di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saya berangkat dari kampung menuju ke kota itu, hanya bermodalkan doa dan nekat saja. Hampir sama dengan temanku itu, bedanya ia sudah membawa bekal ilmu yang cukup dan bisa dibilang mumpuni, ia bernama Fauzi Tachta Aunirrohman, panggilan akrabnya Ozi, ya kadang juga ada yang memanggilnya Ozek tak sedikit yang memanggil Gus juga. Ia berasal dari keluarga yang sederhana, bertempat tinggal asli di Dieng Kulon, Kabupaten Banjarnegara, komoditas penghasil kentang karena juga penduduk asli mayoritas bermata pencaharian sebagai petani kentang, dan tak sedikit juga yang berternak, termasuk peternak unggas yang disana sangat marak.
Kebetulan ayahnya si Ozi bekerja sebagai Petani dan juga sebagai perternak unggas burung puyuh. Berawal dari kesederhanaan ini ozi hidup ditengah-tengah keluarga yang hangat dan kental dengan agamanya, yang masyarakat lingkunganya mendukung sekali untuk mengikuti tombak sejarah keluarganya, ia sebagai salah satu penerus Hafidz (penghafal Al-Quran) yang sangat diharapkan dikeluarganya, ia keturunan laki-laki yang pas dan cocok meneruskan kiprah sejarah keluarganya sebagai hafidz, seperti ayah dan juga paman-pamanya yang lain.
            Sejak kecil ia sudah mengenyam pendidikan pondok, yaitu sejak kelas dua sekolah dasar, di daerah Magelang, Jawa Tengah. Karena alasannya, dari dulu tradisi yang berjalan di keluarganya seperti itu, setiap anak lelaki sebisa mungkin ia harus keluar dari rumah untuk mencari pendidikan baik itu formal ataupun non-formal di luar daerah, harus merantau jauh dari rumah. “Aku menyadari itu,,namun aku orangnya sangat patuh, manut kepada orang tua, cuman itu yang aku ingat dan itu juga yang ditanamkan kepadaku, ketika masih kecil dulu, hingga sekarang. Dan aku sudah kecanduan, dengan candu-candu agama”. Baginya, itu memang hal yang biasa, namun untuk orang pada umumnya itu merupakan sesuatu yang luar biasa dan diluar kebiasaan orang pada umumnya, menurutku. Subhanaallah, batinku dalam hati. Celotehnya dengan penuh keyakinan, dengan suara pelan namun pasti, nada khasnya itu yang ketika ngajipun bisa terbawa dan terasa indah dan berbeda dengan orang lain. Sosoknya ketika ia bebicara, ketika ia mendengarkan ceramah dan juga ketika pertama kali aku mengetahui dan sekaligus mendengarkan suara-suara bacaan Al-Qurannya, membuat semua telinga yang mendengarkan bisa merinding karena keta’dziman, iya karena ketaatan dan merupakan salah satu keistimewaan Al-Quran ketika dibacakan kepada siapa saja yang mendengarkannya akan merasakan ketrentraman dalam hati, kenyamanan dalam jiwa, teduh, serasa ada angin sepoi-sepoi mengerayangi kulit ini sehingga menjadi dingin, ayem. Kadang juga seperti kata ustadku di kampus ketika orang yang mendengarkan Al-Quran itu dengan penuh perasaan dan menjiwai, berusaha menafsirkan maknanya sehingga bisa larut dalam keharuan yang tak terperikan. Hanya ada di Al-Quran, hanya ada ketika kita membaca ataupun mendengarkannya.
            Aku tak berani menganggunya, dan akupun memutuskan kembali ke kamarku yang tak jauh dari kamar temanku, yang untuk sementara ia bermukim disana karena ingin menyelesaikan tugas kuliahnya, yang deadline pengumpulannya besok. Ia sempat menggobrol denganku, pada suatu kesempatan yang jarang ia ceritakan kepada orang lain, perihal kisahnya ketika menghafal Al-Quran, termasuk keluh kesahnya ketika menghafal, hambatan, dan kepuasan batinnya ketika ia berhasil menyetorkan apa yang ia hafalkan di kepala seharian, raut wajahnya ketika bercerita di depanku, memancarkan keindahan cahaya yang tidak setiap orang memilikinya, ya mungkin itu cahaya iman. Cahaya yang keluar bagi seoarang penghafal Al-Quran, walau ia berkulit gelap namun di setiap senyumnya yang manis itu yang membuat semua orang terpikat karena kekaguman keilmuan yang dimilikinya, Subhanaalllah.
***
            Ketika itu, ia berada di pondok Al-Quran, Kudus. Iya Pondok Al-Quran Kudus, yang pada masa itu masih banyak penghafal yang usianya jauh diatasnya, kira-kira sepuluh hingga lima belas tahun lebih tua darinya, padahal ia baru sekolah di Madrasah Tsanawiyah. Banyak sekali pengalaman ketika ia baru mulai menghafal disana, mulai dari pengalaman yang indah hingga yang paling buruk. Dengan membenarkan posisi duduk dan menata rambutnya yang sedari tadi terurai dan panjang, aku mengikuti ceritanya dan memasang kedua alisku seolah menyatu sekaligus menyimaknya dengan seksama. Ia bercerita dimulai dari awal sekali ketika pertama yang diajarkan disana, ia harus menghafalkan surat-surat pendek terlebih dulu, di mulai dari surat An-nas, surat yang paling akhir pada mushaf Al-Quran, lanjut langsung ke depan surat setelahnya hingga hafal jus 30, yang terdiri dari surat-surat pendek yang paling sedikit ayatnya dan mudah sekali untuk dihafalkan. Baru setelah itu ia dianjurkan menghafalkan surat-surat yang populer, yaitu termasuk di dalamnya Surat Yassin, Al-Waqiah, dan lain-lain, sampai dilanjutkan dengan surat Al-Baqoroh, ayat pertama. Sedari awal ia tidak mengalami kesusahan dalam hal menghafalkan karena, suasana dan pendidikan formal-nya di Madrasah Tsanawiyah yang tidak menganggu kegiatan hafalannya, namun ketika masuk Madrasah Aliyah yang semakin membuatnya sedikit bingung dalam mengatur waktu, antara waktu hafalan dengan waktu belajar di Madrasah, Bayangkan saja, setiap hari ia harus setoran hafalan, karena apabila ia tidak setoran, jatah setoran hari berikutnya akan ditambah dan semakin berat lagi beban yang ia dapatkan setiap harinya, belum lagi ia harus belajar mengulang pelajaran di Madrasah, mengerjakan tugas yang di berikan ustadz, dan juga kadang ada ulangan harian yang mendadak. Untungya dan mungkin itu Haq murni pertolongan Allah, setiap hari ia bisa menyetorkan jatah setoran tiap hari walau kurang lancar, dan setiap ada ulangan harian mendadak, ataupun sekedar kuis yang diadakan ustadz, pasti ia bisa mengerjakannya, ia sendiri kadang bingung, padahal ia jarang sekali belajar, karena harus menghafal-menghafal dan menghafal. Subhanaallah,,,kataku, pelan.   
            Pengalaman ini aku alami dan melihatnya, mendengarkan sendiri dengan mata dan kepala saya sendiri, dua tahun bersamanya dalam satu kelas, hingga rasa kagumku semakin bertambah dan semakin menambah keyakinanku pada Allah SWT. Ketika itu, ada pertanyaan dari dosen Mata Kuliah Nahwu, tentang salah satu sub-bab Majrurot, yang memang menurut kesaksian teman sekelasku yang lain, merupakan bab yang sulit  apalagi kalau sudah membahas sampai spesifik lagi. Nyaris teman satu kelas tidak ada yang bisa menjawabnya, dengan tiba-tiba seketika itu Ozi mengangkat tangan dan menjawabnya dengan gamblang disertai contoh penggunaanya dalam Al-Quran, dengan secara terperinci dan disertai argumennya yang sangat mendukung. Kalimat Subhanaallah membahana serempak seluruh kelas seperti koor upacara bendera. Jika aku tanya langsung masalah kejadian seperti itu, bagaimana metodenya belajar, ia hanya geleng-geleng kepala, “aku tak tahu kang, tadi itu dengan cara tiba-tiba, terlintas dipikiranku”. Seperti itu Allah Ta’ala memberikan ilmu yang secara langsung kepada hambanya, tanpa dimintapun, sekali Allah berkehendak kepada siapapun, pasti akan terjadi. Ya itulah ilmu laduni, ilmu yang tidak sembarang orang akan diberikan secara langsung dari Allah, hanya hamba dan orang-orang dipilih-Nya yang bisa mendapatkannya. Maha Suci Allah,,,dengan segala kebenaran firman-Nya. Aku yakin dengan agama ini, aku yakin dengan islam, bi Idnillah dengan izin Allah kita akan selamat baik hidup di dunia yang fana ini dan akan mendapatkan ganjaran yang sesuai kelak di Akhirat. Amiiin. Sampai sekarang keajaiban-keajaiban dari keistimewaan penghafal Al-Quran yang salah satunya temanku bernama Ozi ini, hingga sekarang akan terus muncul dan Alhamdulillah temanku Ozi ini, sekarang sudah mendapatkan lebih dari setengah perjalanan menghafal Al-Quran, kurang lebih sekitar dua puluh juz, berjalan. Dan aku sebagai temannya sebenarnya sempat iri dan timbul keinginan untuk mengikuti jejak langkahnya, namun belum saatnya, mungkin belum ada panggilan Ilahiyah yang muncul sebagai amanat untukku, karena memang tidak sembarang orang bisa mendapatkan kepercayaan Tuhan akan hal seperti itu, tetapi semua orang yang khususnya muslim mempunyai hak dan kewajiban tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun karena memang sudah menjadi tugas kita sebagai generasi muslim untuk meneruskan Dakwah Nabi Agung Muhammad SAW. Semoga kita termasuk dalam golongannya yang mendapatkan syafaatnya dari baginda Rosul, Amiin.

* Untukmu salam ta’dzim sahabatku, Fauzi Tachta Aunirohhman di Tlatah Dieng.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar