Tersesat Dalam Candu Agama
By : Santri Mbeling
Tak kusangka, aku tak menduga
sebelumnya,,,Subhanaallah celetukku dalam hati sedari tadi, hanya kalimat itu
yang muncul dari mulutku ini, hanya terdengar lirih, lebih pastinya hanya
dibatin, karena aku tak mau ia mendengarnya, sungkan jikalau ia malu karena aku
terlalu memujinya, aku rasa itu hal yang biasa sebenarnya, aku memujinya karena
kekuasaan Allah yang dapat turun untuk hambanya yang berikhtiyar, seperti kata
ustadku di kampung, ilmu itu tak akan turun kepada manusia jikalau Allah tak
menghendakinya. Tak ada Kun maka mustahil Fayakunnya Allah hadir ditengah kita.
Ia temankku satu kampus, satu jurusan dan juga satu kelas, entah
dulu bagimana ceritanya, tak sengaja kami bisa satu kelas, mungkin memang Tuhan
sudah berkehendak, lewat pihak jurusan yang menentukan. Kami berada pada kelas
A, Jurusan Bahasa dan Sastra Arab di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saya
berangkat dari kampung menuju ke kota itu, hanya bermodalkan doa dan nekat
saja. Hampir sama dengan temanku itu, bedanya ia sudah membawa bekal ilmu yang
cukup dan bisa dibilang mumpuni, ia bernama Fauzi Tachta Aunirrohman, panggilan
akrabnya Ozi, ya kadang juga ada yang memanggilnya Ozek tak sedikit yang memanggil
Gus juga. Ia berasal dari keluarga yang sederhana, bertempat tinggal asli di
Dieng Kulon, Kabupaten Banjarnegara, komoditas penghasil kentang karena juga
penduduk asli mayoritas bermata pencaharian sebagai petani kentang, dan tak sedikit
juga yang berternak, termasuk peternak unggas yang disana sangat marak.
Kebetulan ayahnya si Ozi bekerja sebagai Petani dan juga sebagai
perternak unggas burung puyuh. Berawal dari kesederhanaan ini ozi hidup
ditengah-tengah keluarga yang hangat dan kental dengan agamanya, yang
masyarakat lingkunganya mendukung sekali untuk mengikuti tombak sejarah
keluarganya, ia sebagai salah satu penerus Hafidz (penghafal Al-Quran) yang
sangat diharapkan dikeluarganya, ia keturunan laki-laki yang pas dan cocok
meneruskan kiprah sejarah keluarganya sebagai hafidz, seperti ayah dan juga
paman-pamanya yang lain.
Sejak kecil ia sudah mengenyam
pendidikan pondok, yaitu sejak kelas dua sekolah dasar, di daerah Magelang,
Jawa Tengah. Karena alasannya, dari dulu tradisi yang berjalan di keluarganya
seperti itu, setiap anak lelaki sebisa mungkin ia harus keluar dari rumah untuk
mencari pendidikan baik itu formal ataupun non-formal di luar daerah, harus
merantau jauh dari rumah. “Aku menyadari itu,,namun aku orangnya sangat
patuh, manut kepada orang tua, cuman itu yang aku ingat dan itu juga yang
ditanamkan kepadaku, ketika masih kecil dulu, hingga sekarang. Dan aku sudah
kecanduan, dengan candu-candu agama”. Baginya, itu memang hal yang biasa,
namun untuk orang pada umumnya itu merupakan sesuatu yang luar biasa dan diluar
kebiasaan orang pada umumnya, menurutku. Subhanaallah, batinku dalam hati. Celotehnya
dengan penuh keyakinan, dengan suara pelan namun pasti, nada khasnya itu yang
ketika ngajipun bisa terbawa dan terasa indah dan berbeda dengan orang lain. Sosoknya
ketika ia bebicara, ketika ia mendengarkan ceramah dan juga ketika pertama kali
aku mengetahui dan sekaligus mendengarkan suara-suara bacaan Al-Qurannya,
membuat semua telinga yang mendengarkan bisa merinding karena keta’dziman, iya
karena ketaatan dan merupakan salah satu keistimewaan Al-Quran ketika dibacakan
kepada siapa saja yang mendengarkannya akan merasakan ketrentraman dalam hati,
kenyamanan dalam jiwa, teduh, serasa ada angin sepoi-sepoi mengerayangi kulit
ini sehingga menjadi dingin, ayem. Kadang juga seperti kata ustadku di
kampus ketika orang yang mendengarkan Al-Quran itu dengan penuh perasaan dan
menjiwai, berusaha menafsirkan maknanya sehingga bisa larut dalam keharuan yang
tak terperikan. Hanya ada di Al-Quran, hanya ada ketika kita membaca ataupun
mendengarkannya.
Aku tak berani menganggunya, dan akupun
memutuskan kembali ke kamarku yang tak jauh dari kamar temanku, yang untuk
sementara ia bermukim disana karena ingin menyelesaikan tugas kuliahnya, yang
deadline pengumpulannya besok. Ia sempat menggobrol denganku, pada suatu
kesempatan yang jarang ia ceritakan kepada orang lain, perihal kisahnya ketika
menghafal Al-Quran, termasuk keluh kesahnya ketika menghafal, hambatan, dan
kepuasan batinnya ketika ia berhasil menyetorkan apa yang ia hafalkan di kepala
seharian, raut wajahnya ketika bercerita di depanku, memancarkan keindahan
cahaya yang tidak setiap orang memilikinya, ya mungkin itu cahaya iman. Cahaya
yang keluar bagi seoarang penghafal Al-Quran, walau ia berkulit gelap namun di
setiap senyumnya yang manis itu yang membuat semua orang terpikat karena kekaguman
keilmuan yang dimilikinya, Subhanaalllah.
***
Ketika itu, ia berada di pondok
Al-Quran, Kudus. Iya Pondok Al-Quran Kudus, yang pada masa itu masih banyak
penghafal yang usianya jauh diatasnya, kira-kira sepuluh hingga lima belas
tahun lebih tua darinya, padahal ia baru sekolah di Madrasah Tsanawiyah. Banyak
sekali pengalaman ketika ia baru mulai menghafal disana, mulai dari pengalaman
yang indah hingga yang paling buruk. Dengan membenarkan posisi duduk dan menata
rambutnya yang sedari tadi terurai dan panjang, aku mengikuti ceritanya dan
memasang kedua alisku seolah menyatu sekaligus menyimaknya dengan seksama. Ia
bercerita dimulai dari awal sekali ketika pertama yang diajarkan disana, ia
harus menghafalkan surat-surat pendek terlebih dulu, di mulai dari surat An-nas,
surat yang paling akhir pada mushaf Al-Quran, lanjut langsung ke depan surat
setelahnya hingga hafal jus 30, yang terdiri dari surat-surat pendek yang
paling sedikit ayatnya dan mudah sekali untuk dihafalkan. Baru setelah itu ia
dianjurkan menghafalkan surat-surat yang populer, yaitu termasuk di dalamnya
Surat Yassin, Al-Waqiah, dan lain-lain, sampai dilanjutkan dengan surat Al-Baqoroh,
ayat pertama. Sedari awal ia tidak mengalami kesusahan dalam hal menghafalkan
karena, suasana dan pendidikan formal-nya di Madrasah Tsanawiyah yang tidak
menganggu kegiatan hafalannya, namun ketika masuk Madrasah Aliyah yang semakin
membuatnya sedikit bingung dalam mengatur waktu, antara waktu hafalan dengan
waktu belajar di Madrasah, Bayangkan saja, setiap hari ia harus setoran
hafalan, karena apabila ia tidak setoran, jatah setoran hari berikutnya akan
ditambah dan semakin berat lagi beban yang ia dapatkan setiap harinya, belum
lagi ia harus belajar mengulang pelajaran di Madrasah, mengerjakan tugas yang
di berikan ustadz, dan juga kadang ada ulangan harian yang mendadak. Untungya
dan mungkin itu Haq murni pertolongan Allah, setiap hari ia bisa menyetorkan
jatah setoran tiap hari walau kurang lancar, dan setiap ada ulangan harian
mendadak, ataupun sekedar kuis yang diadakan ustadz, pasti ia bisa
mengerjakannya, ia sendiri kadang bingung, padahal ia jarang sekali belajar,
karena harus menghafal-menghafal dan menghafal. Subhanaallah,,,kataku, pelan.
Pengalaman ini aku alami dan
melihatnya, mendengarkan sendiri dengan mata dan kepala saya sendiri, dua tahun
bersamanya dalam satu kelas, hingga rasa kagumku semakin bertambah dan semakin
menambah keyakinanku pada Allah SWT. Ketika itu, ada pertanyaan dari dosen Mata
Kuliah Nahwu, tentang salah satu sub-bab Majrurot, yang memang menurut
kesaksian teman sekelasku yang lain, merupakan bab yang sulit apalagi kalau sudah membahas sampai spesifik
lagi. Nyaris teman satu kelas tidak ada yang bisa menjawabnya, dengan tiba-tiba
seketika itu Ozi mengangkat tangan dan menjawabnya dengan gamblang disertai
contoh penggunaanya dalam Al-Quran, dengan secara terperinci dan disertai
argumennya yang sangat mendukung. Kalimat Subhanaallah membahana serempak
seluruh kelas seperti koor upacara bendera. Jika aku tanya langsung masalah
kejadian seperti itu, bagaimana metodenya belajar, ia hanya geleng-geleng
kepala, “aku tak tahu kang, tadi itu dengan cara tiba-tiba, terlintas
dipikiranku”. Seperti itu Allah Ta’ala memberikan ilmu yang secara langsung
kepada hambanya, tanpa dimintapun, sekali Allah berkehendak kepada siapapun,
pasti akan terjadi. Ya itulah ilmu laduni, ilmu yang tidak sembarang orang akan
diberikan secara langsung dari Allah, hanya hamba dan orang-orang dipilih-Nya
yang bisa mendapatkannya. Maha Suci Allah,,,dengan segala kebenaran firman-Nya.
Aku yakin dengan agama ini, aku yakin dengan islam, bi Idnillah dengan izin
Allah kita akan selamat baik hidup di dunia yang fana ini dan akan mendapatkan
ganjaran yang sesuai kelak di Akhirat. Amiiin. Sampai sekarang
keajaiban-keajaiban dari keistimewaan penghafal Al-Quran yang salah satunya
temanku bernama Ozi ini, hingga sekarang akan terus muncul dan Alhamdulillah
temanku Ozi ini, sekarang sudah mendapatkan lebih dari setengah perjalanan
menghafal Al-Quran, kurang lebih sekitar dua puluh juz, berjalan. Dan aku
sebagai temannya sebenarnya sempat iri dan timbul keinginan untuk mengikuti
jejak langkahnya, namun belum saatnya, mungkin belum ada panggilan Ilahiyah
yang muncul sebagai amanat untukku, karena memang tidak sembarang orang bisa
mendapatkan kepercayaan Tuhan akan hal seperti itu, tetapi semua orang yang
khususnya muslim mempunyai hak dan kewajiban tanpa ada unsur paksaan dari pihak
manapun karena memang sudah menjadi tugas kita sebagai generasi muslim untuk
meneruskan Dakwah Nabi Agung Muhammad SAW. Semoga kita termasuk dalam golongannya
yang mendapatkan syafaatnya dari baginda Rosul, Amiin.
*
Untukmu salam ta’dzim sahabatku, Fauzi Tachta Aunirohhman di Tlatah Dieng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar