Robohnya Surau Kami
Oleh: Ali Akbar Navis
Dalam cerpen ini menceritakan
tentang seorang kakek yang menjadi sebagai garin, penjaga surau (takmir).
Menjadi seorang penjaga surau dia tidak mendapatkan honor atau gaji apapun. Dia
hidup mengandalkan dari sedekah, yang hanya sekali pada hari Jumat. Pekerjaan
sambilannya yaitu menjadi pengasah pisau dan gunting. Apabila yang meminta
tolong perempuan biasanya dia diberi sambal. Berbeda lagi, apabila yang meminta
tolong itu laki-laki, ia diberikan rokok kadang juga uang sebagai imbalannya.
Tidak sedikit juga yang hanya memberikan ucapan terima kasih dan senyuman.
Suatu ketika, kakek terlihat murung,
sedih, kesal dan bermuram durja. Ia duduk termenung di serambil surau dengan
ditemani beberapa peralatan asahan dan pisau cukur tua berada disekitar kaki
kakek. Ternyata ia baru saja bertemu dan berbicara dengan Ajo Sidi, si pembual
atau ahli pembuat cerita. Cerita-ceritanya aneh, unik, yang membuat cerita
dengan menganalogikan lawan bicara dengan sesuatu. Hari itu kakek yang
dijadikan bualan ceritanya, yang pada intinya menjadi pameo atau semacam cerita yang menyindir pendengar.
Ajo Sidi, si pembual itu
menceritakan seseorang bernama Haji Shaleh, yang dulunya didunia selalu
beribadah kepadaNya, taat menjalankan perintahNya dan selalu takwa kepadaNya. Namun,
di akhirat Haji Shaleh, malah dimasukkan ke dalam neraka, bahkan ditempatkan
pada keraknya neraka. Dia memang tak pernah
mengingat anak dan istrinya, dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri. Segala
kehidupannya lahir batin diserahkan kepadaNya. Dia tak berusaha mengusahakan
orang lain. Bahkan dia tak pernah membunuh seekor lalat pun. Padahal dia hidup
berkaum, bersaudara namun sedikitpun tak memperdulikannya. Dia selalu bersujud,
memuji dan berdoa kepadaNya.
Setelah mendengar cerita dari Ajo Sidi, kakek hanya
merenung dan memikirkannya Seolah ia merasakan apa yang dirasakan Haji Shaleh.
Keesokan harinya, kakek mengakhiri hidupnya dengan menggorok lehernya
sendiri dengan pisau cukur. Berita kematian kakek sudah tersebar ke seluruh
kampung, semua warga kampung mengurus jenazah kakek. Semua warga mengantar
kepergian jenazah kakek ke makam. Namun Ajo Sidi yang bisa dikatakan menjadi
penyebab kematian kakek, malah tetap pergi bekerja. Dan sebelum pergi bekerja,
Ajo Sidi berpesan kepada istrinya agar membelikan kain kafan untuk mengafani
jenazah kakek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar